Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Nomor Urut 1, Ridwan Kamil-Suswono dan pasangan calon nomor urut 3 Dharma Pongrekun-Kun Wardana batal mengajukan gugatan sengketa hasil Pilkada Jakarta 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Apa yang sebenarnya terjadi?
Bila merujuk Peraturan MK Nomor 3 Tahun 2024, permohonan sengketa pilkada diajukan paling lambat tiga hari kerja terhitung sejak KPU setempat menetapkan hasil pemilihan.
Diketahui bahwa KPU Provinsi DKI Jakarta menetapkan hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur pada Minggu (8/12). Oleh sebab itu, batas akhir pengajuan sengketa hasil Pilkada DKI Jakarta ke MK adalah Rabu (11/12) pukul 23.59.
Dilihat dari laman Daftar Permohonan Perkara Pilkada Serentak Tahun 2024, total gugatan sengketa hasil pemilihan gubernur yang didaftarkan ke MK hingga Kamis pukul 00.15 WIB sebanyak 15 permohonan. Tapi tak ada permohonan terkait Pilgub Jakarta.
Hal ini menimbulkan tanda tanya. Apalagi sebelumnya Tim Hukum Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) menyebut ada dugaan kecurangan, dan bahkan sudah konsultasi dengan MK pada Senin 9 Desember 2024.
Peneliti Senior Populi Center Usep Saepul Ahyar mengatakan, mengajukan gugatan Pilkada ke MK tak semudah yang dikira. Harus ada bukti kuat dan mampu membuktikan kecurangan terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif.
“Lalu kemudian juga kan kalau mengejar 2 putaran tidak mudah kan. Karena, jarak elektabilitasnya RK dan Pramono juga jauh, agak sulit,” kata Usep Kamis (12/12/2024).
Usep mengatakan Pilkada Jakarta 2024 berbeda dengan 2017 dimana ketika itu perolehan suara Ahok (42,99%) dan Anies Baswedan (39,95%) tidak terlalu jauh di putaran pertama, sehingga masih bisa bersaing di putaran kedua.
Kalau sekarang, kata Usep, jarak sudah terlalu jauh. Bahkan di atas 10 persen.
“Mungkin kalau dinyatakan ke publik dan narasinya benar gitu, itu juga bisa menguntungkan secara citra buat RK. Dan kemudian mau berkontribusi pada negara tidak harus jadi gubernur, saya kira jabatan-jabatan lain, apalagi kan RK ini bagian dari Prabowo atau KIM yang skenario mungkin ‘dikorbankan’ juga. Apalagi waktu itu RK punya elektabilitas yang lumayan tinggi di Jawa Barat.”
“Tapi kesempatan itu diambil demi kepentingan KIM di Jawa Barat dan di Jakarta. KIM mau mengatur di Jawa Barat, ada di Dedi Mulyadi dan kebetulan memenangkan pertarungan itu.”
Dan Ridwan Kamil, kata Usep, diharapkan jadi calon tunggal untuk memenangkan di Jakarta. Tapi faktanya berbicara lain.
“Saya kira itu yang memungkinkan Ridwan Kamil untuk masuk di pemerintahan Pak Prabowo. Karena, ini istilahnya Ridwan Kamil ke Jakarta, itu skenario KIM juga,” ucapnya.
Ia mengatakan, bisa saja ada deal politik berupa tawaran untuk Ridwan Kamil masuk pemerintahan Prabowo, sehingga tak perlu mengajukan gugatan ke MK. Apalagi wacana dorong RK ke Pilkada Jakarta juga merupakan inisiatif KIM.
“Yang kedua, Ridwan Kamil itu kan bukan orang sembarang. Dalam konteks politik dia juga teknokrat yang punya keterampilan yang cukup dibutuhkan atau keahlian yang cukup dibutuhkan juga oleh pemerintahan.”
“Ya peluang itu cukup terbuka dan saya kira Pak Prabowo akan bertanggung jawablah. KIM akan bertanggung jawablah atas ini.”
Sementara Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago mengatakan, kalau kita membaca batalnya gugatan ke MK adalah kekalahan RIDO, maka kita harus melihat beberapa faktor.
“Pertama itu, jarak suara yang terpaut besar,” kata Arifki kepada Liputan6.com, Kamis (12/12/2024).
Pramono Anung-Rano Karno di Putaran 1 berhasil meraih 2.183.239 suara (50,07%). Jauh di atas Ridwan Kamil-Suswono yang hanya memiliki 1.718.160 suara (39,40%).
“Kemudian faktor lainnya yang juga mendukung itu ada juga skema politik yang tak terlalu menguntungkan di koalisi RIDO. Apakah elite di KIM Plus satu suara untuk menggugat hasil ke MK? Itu jadi dilema juga jika ternyata KIM Plus tidak solid untuk memenangkan RIDO.”
“Atau kita juga membaca secara data sudah terlihat sejak awal dari survei, juga ketika skema awal yang seharusnya mereka hanya melawan kotak kosong atau calon independen sudah bergeser jadi melawan calon dari PDIP usai putusan MK,” tambahnya.