Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkap potensi besar dari aset Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Menurutnya, dengan aset gabungan daru Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat mengakselerasi investasi nasional.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Novyan Bakrie menyebut aset yang dimilik Danantara mencapai US$ 900 miliar atau setara Rp 14.836 triliun (kurs Rp 16.485).
Keterangan ini disampaikan saat Kadin Bidang Luar Negeri menggelar forum bulanan bertajuk Monthly Economic Diplomatic Breakfast di Hotel Aryaduta, Jakarta, pada Jumat (09/05/2025).
Agenda ini mempertemukan Kadin Indonesia dengan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia), guna menjajaki peluang kerja sama strategis di masa depan.
“Aset under management Danantara mencapai sekitar US$ 900 miliar, dengan hasil tahunan kira-kira US$ 10 miliar. Bayangkan jika efisiensi naik 1%, hasilnya bisa bertambah US$ 10 miliar lagi,” kata Anindya, dalam keterangannya, dikutip Sabtu (10/5/2025).
Aninya juga mengatakan pertemuan dengan pihak Danantara di Los Angeles, Amerika Serikat (AS) sebelumnya menunjukkan antusiasme tinggi terhadap pendekatan yang dianggap sebagai terobosan besar.
“Luar biasa. Karena dari bahasa mereka, ini suatu breakthrough untuk membuat BUMN lebih efisien tapi juga mampu menskalakan investasi ke depan,” ujar Anindya
Anindya juga menyoroti struktur Danantara yang dinilai tengah mendorong tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance) lebih baik melalui pendekatan aktivisme pemegang saham. Menurutnya, restrukturisasi dewan direksi dan komisaris yang lebih ramping menjadi indikator perubahan positif.
Lebih lanjut, Anindya juga mengapresiasi keterlibatan sejumlah tokoh penting dalam ekosistem Danantara, termasuk Chief Operating Officer (COO) Danantara Dony Oskaria, mantan Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani, dan Chief Investment Officer (CIO) Pandu Patria Sjahrir, yang disebut sebagai investor dari hasil dividen.
“Dan saya juga menghargai dan berterima kasih, Kadin diajak untuk bisa bergabung menyukseskan Danantara. Karena Danantara ini kan tentunya juga punya kita semua, dan kita dianggap sebagai mitra strategis sama pemerintah Danantara, ini suatu yang sangat berarti,” tambah Anindya.
Dalam konteks hubungan luar negeri, Anindya juga menyampaikan perkembangan diplomasi ekonomi Indonesia di AS. Menurutnya, surplus perdagangan Indonesia dengan AS sebesar US$ 18 miliar berpeluang seimbang melalui impor energi hingga US$ 40 miliar dalam bentuk minyak dan gas serta produk turunannya.
“Amerika (Serikat) juga ingin impor lebih banyak, dari kedelai, kapas, daging, hingga susu. Kalau hari ini total ekspor impor kita dengan Amerika (Serikat) US$ 40 miliar, dua tahun bisa naik jadi US$ 80 miliar, dan empat tahun ke depan mungkin tembus US$ 120 miliar setara dengan perdagangan kita dengan Tiongkok (China),” ungkap Anindya.
Anindya juga menyampaikan keyakinan bahwa posisi Indonesia sangat strategis dalam peta global, terutama karena memiliki mineral kritis seperti nikel, tembaga, dan bauksit, yang menjadi rebutan banyak negara.
“Karena kekuatan ini yang saya lihat di Danantara sudah ada, jadi memang saya juga nggak menafikkan. Sekarang ekonomi memang lagi istilahnya ada headwind sedikit. Tapi kalau kita lihat secara fundamental dibandingkan negara lain, kita sanggup,” tandas Anin.
Dari pihak Danantara, COO Dony Oskaria menjelaskan perbedaan mendasar antara Danantara dan Sovereign Wealth Fund (SWF) negara lain. Ia mengatakan jika SWF umumnya mengelola kelebihan pendapatan negara, maka Danantara berbasis pada pengelolaan aset dan dividen dari BUMN, bukan dari APBN.
“Kita sudah buat batas yang jelas dari awal. Tidak boleh ada pencampuran risiko antara operasional BUMN dengan investasi. Yang kita investasikan adalah dividen, bukan dana dari APBN,” tegas Dony.
la menambahkan bahwa komunikasi publik mengenai model bisnis Danantara penting agar tidak terjadi kesalahpahaman mengenai risiko investasi dan keterlibatan BUMN.
“Lalu apa yang kita investasikan? Yang kita investasikan adalah dividen daripada pengelolaan. Makanya core kita bukan APBN tetapi kemampuan kita mengelola BUMN menjadi core daripada suksesnya Danantara,” tandas Dony.